TUGAS AKHIR
PRAKTIKUM HIPERKES
PENYAKIT AKIBAT KERJA
“ SAKIT MATA AKIBAT SELALU MENGOPERASIKAN KOMPUTER “
Instruktur : Susi Kumalasari, SKM
Disusun oleh :
Nama : Ilin Noverisa
Kelas : H/ KM/ I
NIM : 14.11.2858
KONSENTRASI SISTEM INFORMASI KESEHATAN DAN REKAM MEDIK PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL YOGYAKARTA 2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, hidayah dan karuniaNya sehingga penulis mempu menyelesaikan makalah farmakologi yang berjudul “ Penyakit Typus dan Pengobatannya “.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah farmakologi. Makalah ini dapat selesai, tak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua yang selalu memberikan dukungan
2. Bapak Danang Yulianto S.si , Apt selaku dosen farmakologi
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Yogyakarta, 22 Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
1. Kata pengantar …………………………………………………………………… i
2. Daftar isi …………………………………………………………………………… ii
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
4. BAB II
LANDASAN TEORI
5. BAB III
PEMBAHASAN
6. BAB IV
A. KESIMPULAN ……………………………………………………………
B. SARAN ……………………………………………………………………
7. DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………
8. LAMPIRAN ….………………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung pada tanggal 27 Oktober tercatat ada 24.993 penderita Computer vision Syndrom, atau iritasi mata akibat sering menggunakan computer. Gejala yang timbul adalah mata merah, berair, atau mata kering, yang kemudian akan terjadi kelelahan mata, yaitu mata terasa letih, kelopak mata atau dahi terasa berat, selain itu sulit focus, dan diiringi dengan sakit kepala.
Iritasi tersebut disebabkan karena frekuensi berkedip yang menurun akibat menggunakan computer dalam waktu yang sangat lama, dan pengaturan cahaya pada computer yang salah.Selain itu juga dipengaruhi oleh sinar yang berbahaya untuk mata pada cahaya computer. Penyakit akibat kerja ini banyak diderita pada pekerja yang selalu berinteraksi dengan computer.
Oleh karena itu dengan tema penyakit akibat kerja, penulis membahas tentang iritasi mata yang di sebabkan selalu mengoperasikan computer, terutama pekerja yang berinteraksi dengan computer.
B. TUJUAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
Untuk Mengetahui definisi dari Penyakit Akibat Kerja
Untuk mengetahui beberapa alat perlindungan diri dari penyakit akibat kerja.
Untuk mengetahiu dimana saja dapat terjadi penyakit akibat kerja.
Untuk Mengetahui Tindakan yang harus dilakukan pada pencegahan, pengobatan, pemulihan pada penyakit akibat kerja.
C. MANFAAT PENYAKIT AKIBAT KERJA
Dapat memberikan penjelasan yang lebih jelas kepada pekerja di sector mana saja, apa yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja.
Pekerja atau kariyawan di perusaah atau instansi lain dapat melakukan pencegahan, pengobatan, dan pemulihan pada penyakit akibat kerja.
Pekerja atau kariyawan lebih mengetahui tentang apa saja yang haus dipakai saat bekerja dimulai, sebagai alat pelindung diri
Pekerja atau kariyawan lebih tau apakah pekerjaannya dapat menimbulkan sebuah penyakit akibat kerja,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
A. LANDASAN TEORI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Secara Umum
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Industri
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam- macam ; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
Keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di rumahsakit dan fasilitas medis lainnya perlu di perhatikan. Demikian pula penanganan faktor potensi berbahaya yang ada di rumah sakit serta metode pengembangan program keselamatan dan kesehatan kerja disana perlu dilaksanakan, seperti misalnya perlindungan baik terhadap penyakit infeksi maupun non-infeksi, penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung diri dan lain sebagainya. Selain terhadap pekerja di fasilitas medis/klinik maupun rumah sakit, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit juga “concern” keselamatan dan hak-hak pasien, yang masuk kedalam program patient safety.
B. LANDASAN TEORI PENYAKIT AKIBAT KERJA
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.
Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23). WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja:
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut Penyakit Akibat Kerja sebagai berikut:
Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease
Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Diseas
Adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks
Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working Populations
Adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan
Keberhasilan identifikasi Penyakit Akibat Kerja diberbagai kelompok pekerjaan tergantung dari riwayat pasien secara keseluruhan. Untuk mempertegas diperlukan pemeriksaan laboratorium (bio monitoring dan tes klinik), penilaian paparan lingkungan secara tepat dengan memperhatikan legalitas, etika dan faktor sosioekonomi.
Beberapa penyakit akibat kerja adalah sebagai berikut :
1. Penyakit Saluran Pernafasan
2. Penyakit Kulit
3. Kerusakan Pendengaran
4. Gejala pada Punggung dan Sendi.
5. Kanker
6. Coronary Artery Disease
7. Penyakit Liver
8. Masalah Neuropsikiatrik
Penyebab beberapa penyakit tersebut timbul karena suatu faktor, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.
Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur
Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja
Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.
Penyakit akibat kerja juga perlu dilakukan beberapa tahap diagnose, yang sebelumnya perlu dilakukan pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat yaitu sebagai berikut :
1. Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara khronologis
Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
Bahan yang diproduksi
Materi (bahan baku) yang digunakan
Jumlah pajanannya
Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
Pola waktu terjadinya gejala
Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)
3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung,
Perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.
C. TEORI TINDAKAN
Tindakan yang dapat diberikan kepada kasus penyakit akibat kerja adalah dengan preventif, kuratif, Rehabilitasi. Dengan tindakan tersebut maka penyakit akibat kerja dapat diatasi. Berikut akan dibahas tentang tindakan-tindakan yang dilakukan dalam penyakit akibat kerja :
Preventif (Pencegahan)
Mengetahui keadaan pekerjaa, dan kondisinya seperti yang telah dijelaskan di atas dapat menjadi salah satu pencegahan terhadap PAK. Selanjutnya sebelum dr. Agung menutup wawancara, Ia juga memberikan beberapa tips dalam mencegah PAK, diantaranya:
1. Pakailah APD secara benar dan teratur
2. Kenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.
3. Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan
Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditembuh agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut berdasarkan Buku Pengantar Penyakit Akibat Kerja, diantaranya:
Pencegahan Primer – Health Promotion
1. Perilaku Kesehatan
2. Faktor bahaya di tempat kerja
3. Perilaku kerja yang baik
4. Olahraga
5. Gizi seimbang
Pencegahan Sekunder – Specifict Protection
1. Pengendalian melalui perundang-undangan
2. Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja
3. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri .
4. Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi
Pencegahan Tersier
1. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja.
2. Pemeriksaan kesehatan berkala.
3. Surveilans.
4. Pemeriksaan lingkungan secara berkala.
5. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja.
6. Pengendalian segera di tempat kerja.
Tindakan Kuratif (Pengobatan)
Tindakan pengobatan pada penyakit akibat kerja dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Pemberian P3K secara baik
Pelayanan P3K dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung poliklinik perusahaan memberikan pelayanan P3K terhadap karyawan yang dibawa ke poliklinik. Secara tidak langsung poliklinik harus memberikan pelatihan P3K terhadap beberapa atau semua karyawan agar segera dapat memberikan pertolongan P3K kepada teman yang mengalami kecelakaan kerja.
Pengobatan tenaga kerja yang sakit
Pengobatan dilakukan secara komprehensif dengan sedapat mungkin mencari kausanya. Pengobatan dilakukan terhadap karyawan yang berkunjung ke poliklinik maupun karyawan yang dideteksi menderita sakit pada waktu pemeriksaan berkala atau pemeriksaan khusus.
Tindakan Rehabilitasi
Tindakan rehabilitasi pada penyakit akibat kerka dilakukan dengan tujuan pengobatan yang dilakukan lebih tuntas dengan mengembalikan atau mengoptimalkan fungsi atau kemampuan penyakit yang masih ada. Rehabilitasi dapat dilakukan antara lain dapat berupa :
Pemberian protese ata orthose
Fisioterapi
Konsultan psikolog
Selain ketiga hal tersebut poliklinik perusahaan juga harus dapat menganalisi permasalahan penyakit akibat kerja di perusahaan atau tempat kerja, dan mendiskusikannya dengan departemen terkait untuk dirumuskan solusinya dan dilaporkan ke pihak top manajemen agar ditindak lanjuti.
Pola penyakit tenaga kerja disuatu perusahaan akan berbeda denngan penyakit pada masyarakat umum. Setiap jenis perusahaan juga akan berbeda pola penyakitnya tergantung potensi bahaya di tempat kerjanya. Untuk itu diperlukan pengetahuan penyakit akibat kerja agar dalam mengelola poliklinik perusahaan menggunakan pendekatan yang tepat sesuai kondisi dan karasteristik lingkungan kerja yang ditangani.
BAB III
PEMBAHASAN
Saat komputer beroperasi, terdapat sinar biru yang memancar bersama cahaya dari monitor computer. Sinar tersebut adalah sinar biru. Sinar biru adalah sinar dengan panjang gelombang 400-500 nm (nanometer). Sumber terdekatnya adalah lampu neon, layar televisi serta computer. Jika seorang pekerja yang tempat kerjanya di bagian yang selalu berinteraksi dengan computer, maka secara tidak langsung pekerja tersebut selalu terkontaminasi dengan sinar biru dari pancaran cahaya layar computer. Dan bagian tubuh pekerja yang pertama terkena sinar biru tersebut adalah mata pekerja. Bagian mata, yaitu pupil.Yang bertugas untuk mengatur ketajaman cahaya yang masuk ke mata, jika secara terus- menerus pupil tidak akan mampu untuk mengatur cahaya yang masuk. Jika sudah terjadi seperti itu, maka cahaya yang masuk ke dalam mata mengandung sinar biru, yang sangat membahayakan mata.
Jika mata pekerja secara terus-menerus terkontaminasi sinar biru , maka pekerja akan merasa panas, kerning, sakit punggu. Keluhan itu merupakan keluhan dari penyakit radiasi yang berefek pada mata.radiasi sendiri adalah salah satu aspek dari pencemaran fisik yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan mahkluk hidup lainnya.
Radiasi dari sinar biru computer. yang berefek pada mata salah satunya adalah, gejala Computer Vision Syndrome (CVS). CVS adalah keluhan-keluan atau gejala pada mata, kepala, dan tulang punggung yang disebabkan oleh efek penyinaran pada aktivitas computer empat sampai enam jam setiap harinya.
Sudut pandangan kearah computer yang tidak pas, bagian atas layar computer yang tidak sejajar dengan mata, tidak sesuainya tingkat terang gelap layar, dan biasanya ada pantulan yang menyilaukan dari sumber cahaya lain, merupakan hal lain yang juga mengontribusi adanya CVS. Lingkungan kerja juga sangat memicu gejala CVS. Misalnya, posisi layar computer yang terlalu tinggi, kursi kerja yang tidak ergonomis.
Pekerja yang mengharuskan untuk selalu bernteraksi dengan computer, dapat mencegah terjadinya CVS, salah satunya adalah menggunakan alat pelindung diri saat bekerja. Alat dari pelindung diri untuk pekerja yang menghadapi layar computer, bisa dengan menggunakan kacamata anti radiasi, atau kacamata biasa, yang dapat mencega banyak sinar biru yang masyk ke mata. Selalin itu masih ada beberapa langkah, yaitu :
Istirahat 10 menit setiap jam
Mengalahkan pandangan dari monitor setiap 15 menit dengan melihat objek yang jauh kurang lebih 10 menit.
Melakukan variasi kegiatan untuk menghindari melihat buyar Mengatur pencahayaan ruangan
Menggunakan lampu pijar yang tidak terlalu terang
computer terus- menerus
Memasang filter pada layar computer
Menggunakan kursi yang dapat diatur posisisnya dan disertai sandaran
Duduk tegak dengan posisi keyboard sedekit lebih rendah pada siku dan lengan
Layar computer sebaiknya berjarak 50-57 cm
Posisi miring kebelakan 5-20 derajat dari posisi tegak.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Penyakit akibat kerja yang terjadi pada pekerja kantor, atau yang lebih umum pada pekerja atau karyawan yang selalu berinteraksi dengan computer adalah Computer Vision Syndrome. Atau sering disebut sebagai CVS, yang disebabkan karena radiasi oleh sinar biru yang ada pada cahaya computer, saat computer sedang dijalankan oleh pekerja tersebut.Adapun salah satu pencegahan CVS adalah selalu beristirahat atau mengalihkan pandangan dari computer setiap satu jam sekali selama sepuluh menit.
B. SARAN
Selain yang ada pada landasan teori atau pada pembahasan, pencegahan Computer Vision Syndrome yang paling mudah dilakukan oleh pekerja adalah selalu mengkonsumsi buah dan sayur yang alami, karena mengandung banyak vitamin yang dapat mennyehatkan mata, sehingga mata lebih kebal dengan sinar biru yang ada pada cahaya computer. Tak tertinggal pula untuk selalu menggunakan alat pelindung diri, saat berinteraksi dengan computer.
DAFTAR PUSTAKA
http://anggaswangi.blogspot.com/2009/06/computer-vision-syndrome-cvs.html
http://anysundari.wordpress.com/artikel/
http://jabar.tribunnews.com/read/artikel/114391/hati-hati-kelelahan-mata-di-depan-komputer
http://jefrigc.blogspot.com/2011/01/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
http://kellyanggoro.wordpress.com/2010/06/27/penyakit-akibat-kerja-di-rumah-sakit-dan-pencegahannya/
http://republika.co.id:8080/koran/106/23021/Penyakit_Akibat_Kerja
http://www.surabaya-ehealth.org/artikel/penyakit-akibat-kerja
Mukono. 2000. Epidemiologi Lingkungan. Surabaya : Airlangga University Press
Mukono. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya : Airlangga University Press
LAMPIRAN
Hati-hati Kelelahan Mata di Depan Komputer Kamis,
27 Oktober 2011 | 12:09 WIB
APAKAH Anda bekerja di depan komputer lebih dari dua jam sehari? Apakah mata Anda terasa lelah setelah menggunakan komputer? Hati-hati, mungkin Anda terkena ”computer vision syndrome”, yaitu keluhan mata dan penglihatan akibat bekerja menggunakan komputer.
tulah pesan yang disampaikan oleh Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, terhadap para pengguna komputer. Menurut data indikator teknologi informasi dan komunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2010, pengguna internet di Indonesia tercatat 45 juta orang.
Indonesia juga menempati peringkat kedua dunia pengguna Facebook, yakni sekitar 32 juta orang. Bagi yang menggunakan komputer selama berjam-jam, mereka berisiko terkena computer vision syndrome (CVS). Gejala CVS antara lain iritasi, yakni mata merah, berair, atau terasa kering. Kemudian, kelelahan mata, yakni mata terasa letih, kelopak mata atau dahi terasa berat. Selain sulit fokus, biasanya gejala ini juga diikuti dengan sakit kepala.
CVS disebabkan oleh frekuensi berkedip yang menurun akibat menggunakan komputer dalam waktu lama, sementara posisi komputer serta pengaturan cahaya salah.
Ada beberapa cara mengatasinya, misalnya selama menggunakan komputer, istirahatlah 10 menit setiap jam.
Kemudian, alihkan pandangan dari monitor setiap 15 menit dengan melihat obyek yang jauh kira-kira 10 detik. Atau, lakukan variasi kegiatan untuk menghindari melihat layar komputer terus-menerus, misalnya sesekali berdiri, menelepon, atau bicara dengan rekan-rekan kerja.
Lalu, atur pencahayaan ruangan agar jangan terlalu terang dengan memasang tirai pada jendela. Gunakan lampu pijar yang tidak terlalu terang atau lampu meja. Hindari pantulan sinar pada layar komputer, bisa juga memasang filter pada layar komputer.
Ketika bekerja menggunakan komputer, usahakan posisi duduk Anda nyaman dan rileks. Gunakan kursi yang dapat diatur posisinya dan disertai sandaran. Sebaiknya duduk tegak (90 derajat) dengan posisi keyboard sedikit lebih rendah daripada siku dan lengan (100 derajat).
Layar komputer sebaiknya berjarak 50-75 sentimeter dari mata atau lebih jauh daripada jarak baca. Posisi layar diatur sedemikain rupa, sedikit miring ke belakang 5-20 derajat dari posisi tegak. Bagian atas layar sejajar atau sedikit lebih rendah dari ketinggian horizontal mata.
Mitos dan fakta
Direktur Medik dan Keperawatan Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, dr Iwan Sovani SpM(K) MKes MM memaparkan betapa penting penglihatan karena 80 persen jalur komunikasi manusia dimulai dari mata. Kalau terhenti, terhentilah semua jalur komunikasi, dan hal itu akan sangat mengganggu aktivitas kehidupan.
Dari sisi produktivitas, gangguan penglihatan ini akan berakibat sangat fatal. Pasalnya, jika seseorang menderita kebutaan, seorang produktif harus membantu penderita itu. Namun, selama ini, masyarakat tidak terlalu memperhatikan kesehatan mata karena masih terbelenggu oleh mitos.
Misalnya, kelainan kacamata plus hanya terjadi pada orang tua. Secara fakta, itu tidak benar. Kelainan kacamata plus tidak hanya terjadi pada orang tua, tetapi dapat juga diderita anak-anak atau dewasa muda.
Menurut Iwan, ada dua jenis kelainan yang harus diberi kacamata plus, yaitu kelainan presbiopia dan hipermetropia. Presbiopia (mata tua) biasanya terjadi memasuki usia 40 tahun, ketika fungsi penglihatan dekat mulai menurun. Pada kondisi ini terjadi kesulitan membaca dekat dan melakukan pekerjaan dekat lain.
Penderita yang mulai mengalami presbiopia harus menjauhkan jarak jika membaca dan akan kesulitan memasukkan benang ke lubang jarum. Kacamata plus yang dibutuhkan hanya untuk tujuan membaca dekat atau melakukan aktivitas dekat. Kalau melihat jauh, biasanya tidak dibutuhkan kacamata.
Hipermetropia adalah kelainan refraksi yang ditandai dengan kesulitan melihat jauh dan dekat. Kasus ini sering ditemukan pada masa kanak-kanak atau pada bayi dan anak yang telah dilakukan operasi katarak sebelum penanaman lensa mata. Kelainan ini tidak dibatasi oleh umur dan bukan kelainan akibat proses penuaan.
Katarak
Katarak yang memiliki porsi terbesar (70 persen) penyebab kebutaan di Indonesia juga diliputi mitos. Selama ini, sebagian besar masyarakat beranggapan, katarak hanya diderita para orang tua. Faktanya, itu tidak benar.
Katarak dapat terjadi pada bayi baru lahir. Katarak kongenital biasa terjadi karena proses infeksi selama di kandungan, seperti infeksi TORCH pada ibu hamil.
Katarak juga terjadi pada dewasa muda (katarak persenil) dan orang tua (katarak senilis).
Penyebab katarak bisa berupa faktor infeksi, keturunan (genetik), trauma (kecelakaan, seperti terbentur/tertusuk), atau proses degenerasi (penuaan).
Selama ini ada kesan masyarakat melakukan pembiaran terhadap penderita katarak karena beranggapan bahwa katarak dapat disembuhkan tanpa operasi.
Anggapan itu tentu saja tidak benar. Katarak adalah kekeruhan lensa mata sehingga menghalangi masuknya cahaya pada retina dan dapat mengakibatkan turunnya penglihatan sangat tajam.
Kekeruhan pada lensa mata tidak dapat dihilangkan, kecuali dioperasi. Operasi bertujuan mengeluarkan kekeruhan pada lensa mata sehingga diharapkan cahaya dapat kembali masuk ke dalam mata. Dengan begitu, penglihatan jadi jelas kembali.
Situasi itu diperparah oleh persepsi keliru lain, yakni operasi harus ditunda sampai dengan katarak menjadi matang. Mitos ini juga tidak benar. Dengan kemajuan teknik bedah katarak modern yang sangat pesat, katarak dapat dioperasi tanpa harus menunggu matang.
Saat katarak telah memengaruhi dan mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti penglihatan tidak cukup jelas untuk melakukan hal-hal yang harus atau diinginkan, hal tersebut sudah menjadi alasan yang cukup bagi penderita untuk mempertimbangkan operasi katarak.
Berdasarkan kunjungan ke Rumah Sakit Mata Cicendo yang merupakan Pusat Mata Nasional, penderita infeksi mata merupakan yang tertinggi dari sepuluh besar penyakit penyebab gangguan penglihatan atau kebutaan. Tahun 2010 tercatat 24.993 penderita infeksi mata yang berobat ke Cicendo.
Urutan kedua adalah pasien refraksi (kacamata) yang tercatat 18.458 orang. Selanjutnya adalah pasien anak-anak (12.786 orang), katarak (12.240 orang), retina (10.107 orang), dan glaukoma (10.000 pasien). Sementara pasien dengan penyebab lain di bawah 10.000 orang per tahun. (kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar